Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perjuangan Dan Media Massa, #4

Perjuangan Dan Media Massa, #4
Di tengah-tengah tuntutan mundur, dengan dihujani caci maki, hujatan dan hinaan yang gegap gempita melalui media massa, yang diteriakkan  oleh kelompok aliran radikal minoritas,   Presiden BJ Habibie tetap dengan tenang mulai menyusun program kerja selama sisa masa jabatannya sebagai Presiden menggantikan Presiden Soeharto. Program yang dijabarkan dengan teliti, cermar,  dan terukur dalam hitungan jam, hari, bulan dan tahun. Sungguh luar biasa.

Artikel sebelumnya : Perjuangan dan media massa #3

Dalam hitungan waktu kurang dari satu setengah tahun atau 518 hari krisis multidimensional bisa dikendalikan, dan ekonomi mulai tumbuh bergerak, program jaring pengaman sosial mulai digulirkan, pada masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie, ekonomi mulai tumbuh, gejolak politik bisa di atasi, nilai dollar AS yang pada awal pemerintahan Prediden BJ.Habibie   Rp. 17.900,-- per dollar ( $ ) turun secara perlahan-lahan dan pasti, menjadi Rp. 6.800 ,-- perbdollar Amerika Serikat. Tahanan Politik (  Tapol ) dibebaskan, pintu kebebasan pers dibuka, berbagai UU yang mendukung sistem pemerintahan yang demokratis, bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme diundangkan.  Untuk mengurangi tensi politik, pemilu yang seharusnya masih kurah lebih tiga tahun lagi dipercepat, dan dapat terlaksana dengan baik, aman, lancar, demokratis, jujur dan adil. Kue nasional dibagi dengan dilaksanakannya otonomi daerah yang lebil adil, proporsional, dan  berbagai kebijakan yang lain sesuai dengan visi-visi dan tuntutan reformasi. Ada satu hal yang memang menjadi catatan, yaitu lepasnya Timor Timur dari pangkuan Republik Indonesia. Tetapi itu tidak bisa dibebankan kepada seorang Habibie, karena banyak faktor yang berkorelasi, yang terus menyandera negara dan bangsa Indonesia. Berbagai prestasi  spektakuler dicapai ditengan-tengan krisis multidimensional yang sulit dibayangkan tersebut, sudah selayaknya bangsa Indonesia mengappresiasi prestasi yang sangat langka tersebut.

Sayang kekuasaan Presiden BJ Habibie yang telah mencatat berbagai prestasi yang layak dikenang oleh sejarah tersebut, dirampok di tengah jalan melalui sidang umum Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1999,  yang  dipimpin Dr. Amien Rais, yang  agenda utamanya adalah laporan pertanggungjawaban Presiden. Laporan pertanggungjawaban Presiden BJ Habibie ditolak melalui mekanisme voting. Itupun dihujani dengan teriakan dan hujatan. Praktis kemungkinan Prof. Dr. Ir. Eng BJ.Habibie dicalonkan atau bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden, menjadi tanda tanya besar. Menyaksikan periswa itu tak ada kata lain  yang bisa  menenangkan,  kecuali " astaghfirullah" dengan diikuti tarikan nafas panjang.

Oleh karena laporan pertanggungjawaban Presiden BJ Habibie ditolak oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka dengan keikhlasan dan kebesaran jiwa,  BJ. Habibie tidak bersedia dicalonkan kembali, meskipun real politik pada saat itu masih kuat. Inilah sebuah keteladanan seorang pemimpin yang berjiwa besar dengan tetap beristiqomah pada nilai-nilai etika moral yang sangat tinggi. Mudah-mudahan menginspirasi para calon pemimpin generasi selanjutnya.

Pasca Presiden  BJ. Habibie, kehidupan demokrasi semakin dinamis sejalan dengan tuntutan reformasi. Tetapi akhir-akhir ini,  ada kecenderungan semakin liberal,  menuju ke arah neo kapitalis modern. Hal ini terkonfirmasi dengan maraknya politik uang dan  mulai hadirnya konglomerat dalam gelanggang politik praktis. Setidak-tidaknya mereka mulai menjadi broker politik menuju komisaris besar politik, yang mempengaruhii atau bisa mengambil kebijakan politik di belakang panggung politik.

Sistem demokrasi mulai bisa dikalkulasi, diprediksi dan dikendalikan dengan uang. Siapa yang punya kapital, atau didukung oleh pemilik kapital akan dengan mudah  untuk duduk di kursi Senayan, apapun pendidikan dan latar belakangnya. Mereka bisa lulusan paket, upers, bahkan tidak menutup kemungkinan bisa dari kalangan penjudi, germo,  pelacur dan selebretis. Karena mereka mempunyai hak politik sama, plus uang dan popularitas. Karenanya jangan heran kalau suatu saat seorang guru besar yang ikut dalam pertarungan politik bisa dikalahkan oleh lulusan Paket A atau Paket C, dan seorang ulama dikalahkan oleh seorang germo, pelacur, residivis atau mantan nara pidana korupsi yang sudah bisa maju lagi. Karena memang politik kita sangat leberal.

Yang menjadi persoalan  sitem demokrasi yang teramat liberal tersebut ternyata belum mampu mengangkat harkat dan martabat rakyat Indonesia yang sumber daya alamnya sangat kaya raya. Salah satu penyebabnya, adalah maraknya kejahatan korupsi serta kesenjangan yang sangat ekstrem, dimana sekelompok etnis minoritas, yang pada umum para taipan, menguasai kurang lebih kurang tujuh puluh persen kekayaan Indonesia. Korupsi, kolusi dan nepotisme dalam sistem demokrasi uang semakin merambah kesemua lini dan lebel. Sampai tiada hari tanpa korupsi. Ibaratnya seperti orang yang  menghisap candu, semakin lama semakin kecanduan, karena pengaruh zat adiktif yang mulai mengalir dalam aliran darahnya.Tidak ada obat yang paling mujarab kecuali keadilan dihadirkan, dan seluruh hasil kejahatan korupsi dirampas untuk negara.

Hukum tidak boleh ditegakan dengan jurus mabuk, karena akan berakibat tidak bisa membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang adil  mana yang dzalim, mana yang jujur mana yang berbohong, mana yang emas mana yang loyang. Mana yang pejuang mana yang pecundang, mana yang amanat  mana yang pengkhianat, mana yang bersih dan mana yang belepotan uang haram. Yang jujur dicari-cari kesalahanya, yang setiap hari merampok uang negara dicari-cari alat pembenarannya, yang penting sama-sama dapat bagian.

Oleh karenanya, tidak bisa disalahkan kalau ada ide  kembali ke ÙUD 1945 sebelum di amandemen. Dengan alasan demokrasi liberal yang berkolaborasi dengan uang, tidak mampu menghadirkan keadilan dan  kesejahteraan.

Apalagi bilamana sistem demokrasi tersebut telah terkohesi  dengan media konvensional tv, radio, koran, majalah  maupun medsos, maka pertarungan politik melalui youtube, twitter, facebook, wa, dst akan semakin liar. Semua lawan politik akan dihajar di dunia maya,  dan dicaci maki. Sumpah serapah dan  bebagai  hujatan, hinaan, nerocos dari lisannya yang kering dari nilai-nilai etika dan moral. Komunitasnya disanjung bak dewa. Semua lawan politiknya, meskipun  faktanya mampu memecahkan problematika rakyat, serta tidak mengenal apa itu pencitraan, yang ada hanya pengabdian dan keberpihakan kepada yang tergusur dan terpinggirkan, tetap saja tak luput dari caci maki dan  sumpah serapah. Mereka tak lebih hanya sebagai kepanjangan tangan penguasa atau  konglomerat hitam. Dan sebagian dari mereka adalah  pengemplang dana  BLBI, yang  telah merampok ratusan trilyun uang negara.

Untuk membuktikan betapa dasyatnya media massa dalam mendukung suksesnya sebuah perjuangan, penulis kemukakan beberapa contoh :

PERTAMA  : Presiden Prof. Dr. Ir. Eng. H.Baharudin Jusuf Habibie, yang merupakan salah pemimpin bersih, genius dan banyak prestasi, melalui berbagai media  juga ikut  dihujat, dihina dan dituntut untuk mundur.  Ada ketakutan apa dibalik itu dan siapa yang menggerakkan. Pada pemerintahan di bawah kepemimpinan BJ.Habibie, negara yang di ibaratkan seperti  sebuah pesawat terbang yang sudah nyaris  terjun bebas, bisa diselamatkan dengan baik dan indah. Seluruh awak pesawat dan penumpangnya selamat. Kurs dolar ( $  ) yang ketika krisis sekitar  Rp. 17.900, - pada akhir masa jabatannya turun menjadi sekitar Rp. 6.800, - per dolar. Subhanallah...

Tapi apa yang terjadi,  Presiden BJ Habibie tetap jadi bulan-bulanan media massa yang telah terkoneksi dengan para aktivis radikal kiri dan  coboy senayan yang hanya memimpikan kekuasaan. Ingat salah seorang pam swakarsa yang dibunuh dan dicukil matanya, kemudian dikencingi. Mari kita terus berjuang melawan lupa.

Bagi yang masih punya hati nurani dan akal yang sehat, coba renungkan, hanya  dalam waktu  518 hari atau kurang dari  satu setengah tahun beliau menduduki jabatan   Presiden, bisa menghasilan sederet prestasi yang mencengangkan.  Bagaimana jikalau  Prof. Dr. Ir. Eng. Baharudin Jusuf Habibie,  diberi kesempatan satu periode penuh atau lima tahun, mungkin krisis sudah berakhir.  Sungguh sebuah prestasi yang spektakuler dan  mengagetkan semua pihak, termasuk para ekonom dunia. Oleh karena itu, prestasi tersebut sudah selayaknya ditulis dengan tinta emas 24 karat.

Di samping  itu, juga perlu dicatat di sini, bahwa  dunia  juga mengakui dan mengapresiasi karya-karya besar Eyang Habibie. Beliaulah satu-satunya ilmuwan dunia yang  memegang puluhan hak paten di bidang aeronautika tingkat dunia. Dengan karunia Allah beliau memiliki  IQ tertinggi di dunia,  dengan skor IQ 200, disusul  Isaac Newtoon IQ 190, Galileo Galilea  IQ 165 dan Albert Einstein IQ 160.  Dan yang mengagumkan lagi, semua temuan BJ Habibie  di bidang aeronautika menjadi  referensi  atau rujukan para ahli aeronautika  tingkat dunia, dan kalau mau jujur kita bangsa Indonesia ikut menikmati hasil karya dan perjuangan  Eyang Habibie.  Belum di negerinya sendiri, Prof. Dr. Ir. Ing. BJ.HABIBIE dipercaya mengemban berbagai industri strategis, sekaligus sebagai arsitektur dirgantara Indonesia, yang mengharumkan nama bangsa Indonesia. Belum lagi putra-putri terbaik Indonesia, yang disemaikan oleh Eyang Habibie,  untuk menjadi ilmuwan dunia melalui program bea siswa S1, S2 maupun S3 dikampus-kampus ternama dunia.

KEDUA :  Berbagai hujatan, cacian, hinaan  dan tekanan yang  menimpa Gubernur DKI, Prof.Dr. Anis Rasyid Baswedan, salah satunya terjadi saat even penyerahan Piala Presiden di stadion utama Gelora Bung Karno. Ketika akan dilakukan penyerahan piala atau penghargaan kepada PERSIJA selaku juara kompetisi. Pada saat itu  Gubernur Anies Baswedan bermaksud  ingin turun dari tribun kehormatan guna  mendampingi Presiden Republik Indonesia untuk   menyerahkan piala, beliau dihalang-halangi. Sebuah peristiwa  yang tidak sepantasnya terjadi. Apalagi terhadap seorang Gubernur DKI,  yang hanya ingin ikut mendampingi penyerahan penghargaan atau piala bersama presidennya. Pada hal dalam kapasitasnya sebagai seorang Gubernur DKI,  Prof. Dr. Anies Rasyid Baswedan, sangat layak untuk mendampingi Prediden Jokowi  untuk menyerahkan penghargaan.

Di samping itu, sudah tidak diragukan lagi tentang ketulusan Gubernur Anies R Baswedan kepada negara dan bangsanya. Demikian pula keberpihakan yang tulus  kepada yang lemah, yang selama ini nyaris terpinggirkan. Dan sampai sekarang meskipun Gubernur Anies Rasyid Baswedan telah membuktikan kamampuannya untuk merealisasikan janji-janjinya, serta sederet prestasi dan pengabdian yang tulus nyaris tanpa mengenal pencitraan, tetapi beliau tetap saja dihujat, dihinakan, dicaci-maki  melalui media massa. Bahkan ada TV yang  dalam bedah editorial, telah memberikan gelar dan penghargaan sebagai : " Gubernur yang paling ruwet di seluruh Iindonesia " Sekarang telah terbukti dengan sahih,  bahwa : "  kursi dan uang telah menyandera kebenaran dan keadilan "

Berdasarkan fakta-fakta  sebagaimana tersebut di atas telah terkonfirmas bahwa  betapa dasyat dan strategisnya sebuah perjuangan yang telah terkohesi dengan seluruh kekuatan yang ada,  terutama media massa.

Akhirnya selamat  berjuang, dan jangan lupa berjuang melawan lupa, serta kuasai data, media dan informasi, insya Allah dengan ridha dan pertolongan-NYA  kemenangan tidak akan dirampok lagi, aamiin. habis


Suparno M Jamin, Ponorogo
15 Ramadhan Tahun 1439 H/31 Mei 2018
Institute Transparansi Birokrasi & Peradilan ( ITB-Per )

Posting Komentar untuk "Perjuangan Dan Media Massa, #4"