Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketika Indonesia Masih Ada Dalam Peta Dunia, Suatu saat nanti

Tiga setengah tahun kadang terlalu singkat, kadang terlalu lama. Hiruk pikuk politik nyaris tak pernah berhenti. Anggota kabinet silih berganti. Bahkan ada yang baru beberapa hari dilantik juga harus berhenti.  Karena sang menteri yang baru dilantik ternyata juga  berkewarganegaraan AS. 
Ketika Indonesia Masih Ada Dalam Peta Dunia, Suatu saat nanti

Hiruk pikuk ternyata tidak berhenti disitu, semakin dimeriahkan dengan pembentukan lembaga-lembaga disekitar kepresidenan yang semakin marak, yang tentunya diikuti dengan pengangkatan staf khusus, staf ahli, juru bicara khusus, juru bicara ahli dan juru bicara serba-serbi, serta pembagian jatah kursi komisaris BUMN bagi para relawan. Diikuti pula  dengan lahirnya sang jabang bayi  BPIP yang sempat menggegerkan dunia perpolitikan Indonesia.

Seiring dengan itu semua, maka beban anggaran semakin membengkak, tak terkirakan. Yang tentunya semakin membebani rakyat. Pada hal rakyat sudah menderita dan menjerit dengan aneka ragam kenaikan pajak, mulai dari pajak kendaraan, pajak bumi dan bangunan, pajak penghasilan, bea balik nama, sampai dengan kenaikan  BBM, tarif jalan tol, tarif litrik, kenaikan  harga-harga kebutuhan bahan pokok, biaya pendidikan, kesehatan,  dst. 

Kemudian dimeriahkan lagi dengan konflik antar anggota kabinet, mulai dari persoalan Freeport sampai dengan persoalan reklamasi teluk Jakarta. Persoalan Freeport dan reklamasi pantai Jakarta belum selesai, disusul lagi pengangkatan Plh Gubernur dari  anggota  POLRI yang masih aktif atau belum pensiun.

Kenapa akhir-akhir ini gaduh terus, apanya yang salah, salah siapa, tak ada yang bisa menjawab. Jawabannya hanya satu, tunggal, yaitu pemilu 2019, harus melahirkan wakil rakyat dan presiden yang otentik, bukan karena uang dan rekayasa pencitraan.

Sementara negeri ini butuh kepemimpinan dan keterwakilan yang bisa melahirkan ketenteraman dan kedamaian. Agar bisa menjawab berbagai persoalan kronis yang telah menyandera bangsa Indonesia. Antara lain kejahatan korupsi yang semakin meraja-lela, tanpa menyisakan rasa malu bagi para penguasa dan para pelaku, kejahatan narkoba dan miras kini telah mengancam eksistensi negara, serta kejahatan-kejahatan yang lainnya.

Dan yang paling mengerikan adalah kejahatan korupsi, narkoba dan miras, oleh karena itu, khusus untuk kejahatan korupsi harus dibentuk badan khusus yang independen, memiliki penyidik dan penuntut umum sendiri, dan secara struktural keberadaannya sampsi ke tingkat Kabupaten/ Kota. Sehingga kejahatan korupsi bisa dicegah, setidak-tidaknya bisa diminimalisir.

Kalau tidak, maka pilkada serentak seakan tak ada artinya kalau gubernur, bupati dan walikota terpilih akhirnya direntengi oleh KPK melalui OTT, karena tidak kuat melihat uang berjibun di depan matanya. 

Berton-ton narkoba dari negeri Cina akan terus digelontorkan ke Indonesia, kalau pemerintah tidak serius atau setengah hati dalam memberatas kejahatan narkoba. 

Seharusnya pemerintah melalui Presiden menyikapi kejahatan narkoba ini sama dengan ketika menyikapi kejahatan terorisme. Bahkan harus lebih serius, kalau perlu dibentuk  sebuah badan yang lebih heroik yaitu :  DENSUS ANTI NARKOBA DAN MIRAS, yang anggarannya minimal sama dengan anggaran pemberantasan terhadap kejahatan terorisme. 

Untuk itu,  PEMILU 2019 harus berlangsung secara jujur, bersih, adil, sesuai dengan hati nurani dan akal sehat, serta  tidak tersandera oleh uang dan kekuasaan.

Kalau tidak, tinggal nunggu waktu, suatu ketika akan ada seorang guru sejarah yang berceritera di depan muridnya dengan kalimat : ".............  ketika Republik Indonesia masih ada dalam peta dunia,.........dst " 

( SUPARNO M JAMIN -ITB Per )

Posting Komentar untuk "Ketika Indonesia Masih Ada Dalam Peta Dunia, Suatu saat nanti"