Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mencermati ujaran seorang pemimpin

Pemimpin itu harus berpikir baik, berbicara baik, berperilaku baik sehingga dapat dijadikan suri tauladan yang baik bagi yang dipimpinnya. Andai saja ada pemimpin yang berujar kurang baik itu berarti perlu ada pembenahan dalam karakter dan kepribadian pemimpin tersebut, toh walaupun seorang pemimpin manusia juga yang tak luput dari salah dan khilaf. Walau begitu jika sudah menyandang dan menjabat sebagai pemimpin alangkah baiknya mampu untuk menahan suatu ujaran yang bisa mengandung dampak yang kurang baik terhadap masyarakat. Bahkan bahayanya jikalau masyarakat kurang mampu memahami ucapan tersebut akan ditelan mentah-mentah dan diikuti.

“Jangan membangun permusuhan, jangan membangun ujaran kebencian, jangan membangun fitnah. Tidak usah suka mencela, tidak usah suka menjelekkan orang lain. Tapi kalau diajak berantem juga berani,"

Diatas adalah ujaran yang disampaikan Joko widodo dalam pertemuan besar dalam rapat umum dengan barisan relawan di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Sabtu siang (4/8).

Pesan Jokowi tersebut tersirat kata-kata yang kurang pantas yang terucap dari seorang pemimpin. Seorang pemimpin harusnya menyampaikan pesan-pesan yang menyejukkan dan penuh kedamaian. Bukan malah menyulut sebuah permusuhan dan perpecahan bagi warga bangsa.

Seorang pemimpin seharusnya segala apa yang diperbuat dan diperucap mampu mencerminkan dan mensiratkan sebuah pengayoman kedamaian dan ketenteraman terhadap warga masyarakat tanpa memilah dan memilih.

Semoga hal tersebut tidak terulang lagi bagi siapa saja yang menyandang sebagai pemimpin, baik pemimpin negara, ormas, kelompok, lembaga, bahkan pemimpin keluarga sekalipun .

Abu Hanifah, Pengamat dan aktifis Media

Posting Komentar untuk "Mencermati ujaran seorang pemimpin"