Muhammadiyah: Tradisi Kesetaraan Tanpa Feodalisme
"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa."
Ayat ini menghancurkan segala bentuk feodalisme, rasialisme, dan diskriminasi yang membedakan manusia berdasarkan:
1. Keturunan (seperti sistem kasta di Jawa: priyayi-wong cilik).
2. Jabatan duniawi (pangkat, gelar, atau kekayaan).
3. Etnis dan status sosial.
Dalam Muhammadiyah, seorang pimpinan tidak lebih mulia daripada anggota atau kader biasa. Fasilitas yang diberikan kepada pimpinan—seperti mobil dinas, kantor, ruang rapat atau akses tertentu—bukanlah hak istimewa, melainkan amanah untuk memudahkan kerja dakwah. Tidak ada budaya "sungkem" atau pemujaan jabatan, karena semua fungsi kepemimpinan bersifat sementara dan bisa diganti melalui mekanisme musyawarah.
KH. Ahmad Dahlan sendiri mencontohkan hal ini dengan hidup sederhana dan menolak dikultuskan. Beliau kerap berkata: "Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah." Artinya, jabatan hanyalah alat untuk berkhidmat, bukan simbol status sosial.
Semua aset Muhammadiyah yang meliputi sekolah, rumah sakit, masjid, atau kantor adalah milik umat, bukan pribadi pengurus. Prinsip ini tercermin dari:
1. Transparansi Keuangan: Laporan keuangan terbuka untuk diaudit.
2. Akses Setara: Siapa pun boleh memanfaatkan fasilitas Muhammadiyah selama untuk kepentingan persyarikatan dan terlebih lagi kaderisasi
3. Larangan Gratifikasi: Pimpinan dilarang menerima fasilitas pribadi di luar ketentuan organisasi.
Di Muhammadiyah, suara seorang kader biasa sama bernilainya dengan pimpinan dalam forum resmi. Siapa pun bisa menjadi kader inti asal memenuhi kompetensi, tanpa pandang latar belakang ekonomi.
Muhammadiyah adalah organisasi yang mengganti feodalisme dengan kesetaraan, mengubah kasta menjadi khidmat, dan mengonversi privilege menjadi tanggung jawab. Nilai-nilai ini bukan sekadar retorika, tapi praktik nyata yang telah membedakannya dari banyak organisasi lain di Indonesia. Sebagai kader, kita wajib menjaga warisan mulia ini: "Fasilitas persyarikatan adalah amanah umat, dan kita hanya penjaga sementara."
Oleh: Abdul Rhosid, SE. (Sekretaris PDPM Ponorogo)
![]() |
Ilustrasi_dok. Pemuda |
Post a Comment for "Muhammadiyah: Tradisi Kesetaraan Tanpa Feodalisme"