Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Posisi Muhammadiyah Ditengah Arus Pemikiran Kontemporer

Bertempat di Panti Sulaiman Dahlan Plalangan Jenangan Ponorogo, Ahad (21/5/2017), Nadjib Hamid, Wakil Ketua PWM Jawa Timur memberikan materi Penguatan Ideologi Muhammadiyah dalam acara Baitul Arqam PCM Jenangan Barat Ponorogo. Materi ini merupakan materi ke-5 atau materi terakhir dalam rangkaian kegiatan tersebut yang diikuti oleh kurang lebih 150 peserta dari unsur PCM beserta Majelis dan Lembaga, IPM, Pemuda Muhammadiyah, NA, Aisyiyah, PRM se cabang Jenangan Barat.

[caption id="attachment_1246" align="aligncenter" width="480"] Nadjib Hamid di Darul Arqom PCM Jenangan Barat[/caption]

Dalam pengantarnya, Nadjib Hamid menyampaikan bahwa pertarungan ideologi keagamaan saat ini tidak bisa dilepaskan dari pemahaman tentang konsep ber-Islam. Tidak sedikit aktivis Muhammadiyah yang gagap dan terbawa arus dalam menghadapi rongrongan ideologi lain, akibat keterbatasan pemahaman mengenai hal-hal elementer tentang agama Islam. “Selain problem pemahaman keagamaan, juga berjalin-kelindan dengan aspek manajerial dan kepemimpinan”, demikian ungkap beliau mengawali materi.

Meskipun materi ini dimulai pukul 20.30, tetapi peserta cukup antusias karena sejak awal dibangun dialog secara partisipatif. Dengan gaya khasnya, Nadjib Hamid menjelaskan bahwa pemahaman ber-Islam sebagaimana dalam al-Quran Surat al-Baqarah ayat 208 adalah Islam Kaffah. Dalam implementasinya, konsep Islam kaffah difahami secara beragam oleh umat Islam. Perbedaan pemahaman ini berpengaruh kuat pada sikap dan perilaku sehari-hari.

Tentang Islam kaffah, menurut Nadjib Hamid setidaknya berkembang dua aliran yang sama-sama ekstrem ; pertama, sangat berorientasi pada masa lalu (salafi). Menurut kelompok ini, ber-Islam kaffah artinya ber-Islam yang sesuai persis seperti pada zaman Nabi, dalam semua hal. Mulai dari masalah ibadah mahdlah hingga muamalah duniawiyah. Kedua, berorientasi pada kekinian (khalafi). Kelompok ini meyakini, ada ajaran Islam yang sudah kadaluwarsa, yang tidak harus diikuti, tetapi disesuaikan dengan perkembangan zaman.

“Lalu, dimanakah Muhammadiyah berada?”, sebuah pertanyaan kritis diajukan kepada peserta. Berbagai jawaban mengalir dari beberapa peserta yang diakhiri dengan penjelasan dari Nadjib Hamid bahwa Muhammadiyah selain dikenal sebagai gerakan amal, juga gerakan pemikiran (state of mind). Dalam konteks gerakan pemikiran, Muhammadiyah adalah  Islam berkemajuan, yakni Islam yang cocok dengan syariatnya, tetapi juga sesuai perkembangan zamannya. Jika terkait masalah ta’abbudi, prinsipnya semua dilarang, kecuali yang diperintahkan, maka yang dilakukan Muhammadiyah tajrid (pemurnian). Jika terkait masalah ta’aqquli, prinsipnya semua boleh, kecuali yang dilarang, maka yang dilakukan tajdid (pembaharuan).

[caption id="attachment_1247" align="aligncenter" width="480"] Peserta Darul Arqom PCM Jenangan Barat[/caption]

Sesi tanya jawab menjadi sesi yang menarik dan ditunggu para peserta, namun karena keterbatasan waktu cuma dibatasi 4 penanya yang setiap penanya diberi hadiah sebuah buku oleh Nadjib Hamid. Acara berakhir pukul 23.15 diakhiri dengan sesi foto bersama. “Bermuhammadiyah-lah dengan gembira, insyaallah Muhammadiyah akan menggemberikan semua”, demikian pesan terakhir dari Nadjib Hamid. (ikhwan)

Posting Komentar untuk "Posisi Muhammadiyah Ditengah Arus Pemikiran Kontemporer"