Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kontribusi Jaringan Pesantren & Islamisasi Nusantara (2)

Oleh: Agus Supatma, (Angbid Kader PDPM)
A. Perkembangan Islamisasi  Nusantara
        Dalam perkembangannya, salah satu penopang dakwah Islam yang pesat adalah pesantren. Istilah pesantren sendiri sebenarnya merupakan suatu hal yang khsus di miliki oleh penduduk murni Jawa. Sebagaimana di jelaskan di atas bahawasannya perbedaan tersebut lebih di sebabkan oleh perbedaan wilayah atau tempat, bukan yang lain,  Namun demikian tujuannya sama. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Dhoefier yang dikutip oleh M Shafwan Hambal, pusat pendidikan pesantren di Jawa dan Madura lebih di kenal dengan istilah Pondok. Istilah tersbut menurutnya berasal dari pengertian asrama para santri di sebut pondok atau tempat tinggal yang terbuat dari bambu atau barang lain. Secara bahasa, kata pondok tersebut berasal dari kata  funduq, yang berarti hotel atau asrama. Adapun pesantren secara etimologi berasal dari kata santri dan mendapat akhiran pe dan akhiran an, yang berarti tempat tinggal para santri. 

Secara definitif, pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, mengahayati dan mengamalkan ajaran agama Islam (tafaqquh fiddin) dengan menekankan moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.  Pesantren diketahui telah muncul sebagai sistem pendidikan tradisional Islam di Jawa pada abad ke- 16. Sebagaimana ada sejarah yang menyatkan bahwa ada Sultan Banten pada saat itu telah memberi perhatian pada pesantren dan dunia kitab. Sang raja pada saat itu juga menggelar gerakan wakaf untuk pesantren-pesantren di Banten. Sejak abad ke-17 Banten merupakan pusat kesusastraan dan pengetahuan bersama dengan beberapa daerah di tempat lain, diantaranya Cirebon, Ponorogo, dan Giri.
Untuk memahami keadaan pesantren di Indonesia dewasa ini, kita seharusnya memahami mengenai pengembangan pesantren sebagai lembaga pendidikan dan keagamaan di seluruh sejarah. Belum diketahui secara persis pada tahun berapa pesantren pertama kali muncul sebagai pusat-pusat pendidikan-agama di Indonesia. Menurut Dhofier sendiri ada sebuah  untuk mengetahui secara pasti kapan berdirinya pesantren tersebut, diperlukan adanya sebuah rekonstruksi masa awal pembangungan tradisi pesantren  antara abad ke-11 dan 14. Masa ini merupakan transisi dari peradaban hindu budha majapahit ke masa periode perkembangan melayu Nusantara, Karena masa ini tergolong penting dalam sejarah bangsa Ind0nesia Modern memasuki melenium ketiga.
          Proses terbangunya peradaban Islam tersebut merupakan peristiwa sejarah yang mengaggumkan, yang menggambarkan betapa kuatnya identitas dan dinamika di kepulauan Nusantara dalam mengadopsi aspek-aspek positif dari suatu peradaban. Kekuatan adopsi tersebut juga ditunjukan ketika adanya gelomabang budhisme dan hinduisme. Berikutnya ketika Islam datang, penduduk Nusantara juga dengan senang hati menerima Islam sebagai agamanya. Penerimaan tersebut juga tanpa adanya paksaan secara represif, melainkan pilihan dari sanubari mereka sendiri dan tidak ada paksaan dari pihak manapun. Kerelaan hati dari masyarakat tersebut menggambarkan kesantunan penduduk dalam bersikap. Meskipun demikian mereka cukup bisa mencerna dalam-dalam apa yang mereka anut tersebut, tentunya juga melalui perenungan dan juga pemikiran yang cukup panjang. Pilihan Islam yang digunakan sebagai agama tersebut juga bukan tanpa dasar, karena Islam memang bisa menjawab keresahan yang mereka alami selama ini.
Proses Islamisasi sendiri awalnya tidak bebarengan dengan adanya pesantren itu sendiri, tetapi jauh sebelum pesantren berdiri--islamisasi sudah berjalan terlebih dahulu. Islam sudah menyebar di Nusantara sejak awal zaman Islam. Adapun peradaban Islam yang telah lebih dulu ada diantaranya kesultanan Lamreh yang telah ada semenjak 1200, mereka memulai persinggungan pemikiran Islam sebagaimana yang mereka pahami dari Imam Syafii, al-Asy’ari, Maturidi dan lainnya. pemikiran dari para ulama ini mereka ramu kemudian di dakwahkan pada masyarakat. Sekitar tahun 1200 dan 1600 tersebut memang di Nusantara sendiri juga sudah cukup maju peradabannya, sebagaimana di sebutkan di pendahuluan bahwasannya telah muncul orang-orang besar semacam Hamzah Fansuri beserta ulama besar di generasi sebelumnya atupun sesudahnya. Untuk mengetahui kualitas agama Islam di tahun tersebut menurut Dhofier setidaknya ada tiga aspek.
_Pertama,_ Eropa pada abad ke-14 dan 15  tersebut bukanlah kawasan yang maju di dunia. Bahkan kekuatan besar sedang berkembang di India dan Asia Tenggara pada abad ke-15, 16, 17 adalah Islam. Catatan harian yang ada selama ini yang dicatat oleh pengelana Portugis, spanyol, inggris dan belanda perlu di kritisi, karena pada abad ke-16 dan 17 mereka sedang mabuk kemenangan setelah berhasil mengalahkan kesultanan yang ada di Nusantara. _Kedua,_ kualitas Islam dan lembaga pendidikan pada abad ke- 10 sudah cukup bagus, namun tradisi menulis masih lemah. Di daerah Barus, Sumatra Utara pada saat itu suadh di kenal cukup maju dalam hal pendidikan Islam. _Ketiga,_ terpilihnya Islam sebagai agama baru di Nusantara tersebut dampak dari sikap kekecewaan rakyat atas melemahnya majapahit yang di tinggal patihnya gajah mada tahun 1356. Di samping itu, ini juga membuktikan kualitas ulama pada masa lalu yang mampu melakukan suatu perubahan yang signifikan dalam dakwahnya.
Bukti lain dari isalmisasi tersebut juga bisa di lihat dari banyaknya makam orang muslim pada masa itu beserta inskripsinya, di antara nama-nama komplek makam tersebut di beri nama mahligai, tuan amabar, dan papan tinggi. Di antara mereka banyak yang menjadi pengajar juga sekalis mendirikan pusat pendidikan Islam. Namun demikian di kota tersebut tidak akan di temukan makam Hamzah Fansuri tersebut karana di Bab Al Ma’la Mekah. di Barus memang banyak terjadi persinggungan dari berbagai macam ideologi dan agama. Menjadi sebuah daerah kosmopolitan dengan intensitas Islam yang cukup baik masih sangat jarang di jumpai pada saat itu dan ini bertahan dalam kurun waktu yang cukup lama.
Sementara itu, kedinamisasian daerah tersebut memancing para pendatang untuk datang dalam rangka berdagang ataupaun belajar agama ketempat tersebut. Adapun komoditas yang cukup terkenal di Barus adalah minyak wangi Barus. Minyak wangi ini banyak di sukai oleh pangeran-pangeran dan juga para aghniya’. Pada perkembangan selanjutnya berdiri kesultanan Lamreh yang merupakan cikal bakal lembaga pendidikan Islam. Selain itu daerah ini telah banyak mengahasilkan ulama dan tokoh besar. Dari kesultanan Lamreh tersebut kemudian Islam bisa menyebar mereta di Nusantara dan dari sini pulalah titik tolak berkembangnya sejarah Indonesia modern yang  Islam. Di pulau Jawa sendiri perkembangan dakwah Islam di awali oleh Walisongo yang kemudian mampu menyebarkan Islam di seluruh pulau Jawa. Di antara para Walisongo tersebut berdakwah dengan menggunakan berbagai macam metode, yang salah satunya melalui seni dan budaya dan juga berdakwah dengan cara yang lembut. Penerimaan masyarakat pada saat itu terhadap dakwah tersebut juga menggamabrkan  kualitas yang di miliki oleh ulama-ulama tersebut.
Selain berdakwah secara langsung terhadap masyarakat banyak di antara wali ini yang juga mempunyai peran ganda dalam masyarakat. Sebagian ada yang mendirikan pesantren dan juga nyambi di pemerintahan dengan menjadi qadhi ataupun menjadi penasehat kerajaan dan juga memprakarsai berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Demak Bintoro yang di ketahui merupakan kerajaan Islam di Jawa. Setalah berdirinya kerajaan ini dakwah Islam bisa berjalan cukup signifikan. Anggota Walisongo tersebut juga ada yang berasal dari luar Nusantara, sebut saja Maulana Malik Ibrahim, Sunan Kudus dan sunan yang lainnya yang. Ini juga menandakan bahwa telah terjadi interaksi dengan dunia luar yang cukup baik terutama dalam bidang keilmuan tentang Islam. Persinggungan dengan dunia luar tersebut kemudian juga banyak di lakukan oleh ulama-ulama generasi setelah Walisongo yang juga belajar di Mekah kemudian pulang ke Nusantara untuk mendakwahkan Islam, tetepi adapula yang menetap dan menjadi ulama besar di sana.
Banyaknya ulama yang berkualitas tersebut juga membawa dampak positif dari sisi pengembangan lembaga pendidikan. Perkembangan pesat institusi pendidikan Islam menemukan momentum pada abad ke-17. Laju perkembangan ini terkait dengan pembaruan intelektual dan situasi politik kerajaan besar yang sedang berubah. Perkembangan tersebut ditandai dengan perubahan peran ulama dan perubahan orientasi keagamaan.Laju islamisasi kian maju. Pembaruan intelektual merupakan transmisi gagasan keagamaan yang melibatkan jaringan intelektual ulama. Gejala yang muncul dalam pembaruan intelektual adalah neosufisme yakni perpaduan ajaran tasawuf yang dirumuskan kembali dengan penguatan syariat.
Dalam perkembangannya, pesantren senantiasa berubah dari waktu ke waktu karena tuntutan zaman dan kebutuhan. Karena Pendidikan Islam berlangsung sejalan dengan proses Islamisasi. Namun perubahan tersebut hanya sebatas corak saja buka watak dari pesantren tersebut. Sementara modelnya ada yang mempertahankan sistem pesantren modern dan tradisional. Sampai dengan saat ini pesantren pun masih tetap eksis di tengah zaman post modern, bahkan ada juga yang mewacanakan bahwa pesantren tersebut dijadikan pendidikan Islam Internasional. Dengan jumlah yang semakin banyak tersebut menggambarkan bahwa eksisitensi, kualitas dan kredibelitas pesantren tak perlu diragukan lagi. Selain itu masih banyak lagi peran yang telah dilakukan pesantren mengislamisai serta membangun peradaban Islam Nusantara.

Posting Komentar untuk "Kontribusi Jaringan Pesantren & Islamisasi Nusantara (2)"