Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kontribusi Jaringan Pesantren & Islamisasi Nusantara (1)

Oleh: Agus Supatma, (Alumni Pesantren  Tinggi Imam Al-Ghazally Surakarta & Mantan Bendahara IMM).
Perkembangan Islam di Nusantara tidak bisa dilepaskan dari peran pesantren dalam menopang dakwah Islam di Nusantara. Selain itu pesantren juga melakukan islamisasi terhadap berbagai aspek, pesantren punya andil yang luar biasa dalam memabangun peradaban di Nusantara. Proses islamisasi tersebut juga sejalan dengan  pendidikan Islam yang ada. Menurut Denys Lombard, proses islamisasi tersebut berjalan melalui tiga tahap. _Pertama_, Kedatangan para pedagang dan Ulama di Pantai Utara Jawa. _Kedua_, pembentukan masyarakat Islam di daerah-daerah pesisir yang perlahan masuk ke daerah pedalaman. _Ketiga_,  munculnya basis-basis komunal masyarakat Islam yang di tandai dengan berdirinya pesantren-pesantren dan tarikat. Selain itu dalam perkembangannya, islamisasi tersebut juga di dukung oleh banyak faktor.

Proses islamisasi yang dilakukan oleh para ulama tersebut juga bejalan damai, tanpa kekerasan, tanpa paksaan, tidak ada konfrontasi, semuanya berjalan secara persuasif. Masyarakat yang pada umumnya saat itu yang masih memeluk Hindu dan Budha sebagai agamanya. Mereka cenderung diperlakukan secara diskriminatif  oleh agama yang mereka anu. Selain itu penggabungan kedua agama tersebut semakin membuat masyarakat semakin resah dan kebingungan. Mereka menginginkan agama yang universal yakni agama yang menjunjung dasar dasar kemanusiaan, kebebasan dan keadilan dan yang mengajarkan persamaan, persaudaraan antar sesama itulah yang dicari. Hal ini juga dijalaskan oleh Hamka, ...dan  rakyat pun dapat melihat perbedaaan hidup dari Islam yang selalu mengajarkan kesucian, mencuci muka sekurang-kurangnya lima kali dalam sehari semalam, mencuci hati dari pada ria dan takabur, berjamaah ke masjid, bersusun bershaf-shaf tidak ada perbedaan kasta. Jauh berbeda dengan ajaran agama  dan kehidupan masyarakat Hindu

Semenjak itu pula masyarakat mulai berduyun-duyun memeluk agama Islam sebagai agamanya, dalam waktu yang relatif singkat agama Islam dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Nusantara, mulai dari rakyat jelata hingga raja-raja. Sehingga pemeluk Islam pada akhir abad ke- 6 H (abad ke-12 M) dan tahun-tahun berikutnya berhasil menjadi kekuatan Muslim Nusantara yang ditakuti dan diperhitungkan oleh lawan-lawannya.  Sebagaimana yang dituturkan Hamka di atas, ada faktor lain yang mempengaruhi yakni faktor politik dan ekonomi. Keduanya juga membawa pengaruh masing-masing, jika faktor politik tersebut memang lebih di warnai oleh pertarungan antar elite penguasa di negara bagian Nusantara pada saat itu. Serta pertarungan negara bagian dengan pemerintah pusatnya yang beragama Hindu. Hal ini lah yang mendorong para penguasa, bangsawan, para pejabat di wilayah tersebut untuk memeluk Islam. Sedangkan untuk faktor ekonomi sendiri dimainkan oleh para pedagang yang juga sekaligus ulama dan sebaliknya. Utamanya para pedagang tersebut menggunakan jalur laut yang mana konektifitas tersebut di lakukan antar pulau di Nusantara dan juga antar dunia luar. Hal ini selain menguntungkan kedua belah pihak yang melakukan transaksi perdagangan, sekaligus juga semakin memperkokoh silaturahim antar mereka. Selain menguntungkan kedua belah pihak tentunya interaksi tersebut juga mendatangkan semacam keuntungan yang cukup besar oleh para syahbandar pelabuhan-pelabuhan yang di singgahinya, baik itu menyangkut barang yang keluar maupun barang yang masuk.

Dari proses interaksi tersebut mengakibatkan terjadinya kelanjutan suatu komunikasi berikutnya. Sehingga hal ini memudahkan para pedagang sekaligus ulama tersebut dalam mengembangkan dakwah Islam.  Sebagian dari para pedagang tersebut ada yang bermukim dalam waktu yang sementara ada pula yang tinggal dalam waktu yang cukup lama. Status sosial yang tinggi tersebut juga memudahkan para pedagang tersebut untuk mengawini wanita pribumi. Setelah memperistri wanita pribumi tersebut semakin memudahkan mereka dalam mengepakkan sayap dakwah. Setelah melakukan kontak cukup lama dengan masyarakat lama kelamaan komunitas muslim terbentuk dan kemudian komunitas muslim tersebut mendirikan masjid sebagai tempagt ibadah sekaligus sarana belajar mengajar. Selain di masjid, warga juga banyak yang belajar di rumah-rumah, surau/ langgar, masjid kemudian hal ini kemudian berubah menjadi pesantren sebagaimana kita jumpai saat ini. Pembangunan masjid yang dekat dengan rumah ulama  ini dimaksudkan untuk  lebih memudahkan dalam proses pengajaran, selain itu juga lebih mudah dalam menciptakan keteladanan. Kemunculan lembaga pendidikan seperti Dayah, Pesantren ataupun Surau pada hakikatnya sama yaitu sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan keagamaan, sedangkan perbedaan dari nama tersebutu di pengaruhi oleh perbedaan tempat.

         Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua yang sampai saat ini perannya masih eksis. Kendatipun sejarah tidak mencatat secara pasti kapan munculnya pesantren tersebut. penegasan lain juga datang dari Prof Anthony Jonhs sebagaimana yang di kutip Dhofier, dalam makalahnya beliau menyatakan:“Pesantren menjadi motor perekembangan Islam di kawasan Melayu Nusantara serta terbangunnya kesultanan-kesultanan Islam sejak 1200 M. Selain itu pesantren juga merupakan ujung tombak pembangunan peradaban Melayu Nusantara pada periode antara 1200 dan 1600 ”. Senada dengan apa yang di katakan tersebut, Dr Soebardi juga mengatakan: “Lembaga-lembaga pesantren itulah yang paling menentukan watak ke-Islaman kerajaan-kerajaan Islam, dan yang memegan peranan penting bagi penyebaran Islam hingga ke pelosok pedesaan. Dari lembaga pesantren itu sejumlah manuskrip pengajaran Islam di Asia Tenggara di kumpulkan pengembara pertama perusahaan Belanda dan Inggris sejak akhir abad ke- 16. Untuk dapat betul-betul memahami islamisasi di wilayah ini kita harus mempelajari lembaga –lembaga pesantren tersebut, karena lembaga inilah yang menjadi anak panah penyebaran Islam di wilayah ini ”.

         Di Jawa khususnya, pesantren telah ada semenjak masa para Walisongo, sekitar abad ke 16- 17 M. Misalnya yang telah didirikan oleh Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Pesantren yang tersbut kemudian digunakan untuk menggembleng murid-murid dari ulama tersbut dan nantinya juga menjadi wali-wali berikutnya. Antara wali-wali berikutnya dengan Mulana Ibrahim tersebut juga terikat oleh hubungan pendidikan di pesantren tersebut tapi juga hubungan kekeluargaan, yaitu dengan menjadi besan, menantu atau ipar. Adapun Pondok pesantren tersebut lantas dilanjutkan oleh putra dari Maulana Malik Ibrahim yakni Sunan Ampel yang nantinya juga melanjutkan dakwah tersebut. Selain Sunan Ampel ada juga Raden Paku yang berhasil mengembangkan pesantren yang muridnya banyak dari daerah Timur.  proses Islamisasi berikutnya juga di lakukan oleh generasi berikutnya yang juga mengambil bagian dalam dakwah tersebut.

        Dari gambaran  setidaknya kita mengetahui penyebaran Islam yang di lakukan oleh pendahulu, baik itu ulama maupun pedagang atau bisa dua-duanya. Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya isalmisasi tersebut. Dalam perkembangannya pesantren juga berkembang dalam rangka menjawab tuntutan zaman. Perkembangan tersebut juga tidak mengikuti arus yang ada tetapi tetapi mereka sudah mempunyai karakter tersendiri dalam memfilter budaya yang berasal dari luar sehingga mampu mempertahankan corak pesantren yang baik hingga sekarang. Dari pesantren tersebut juga muncul orang-orang besar semacam Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar Raniri, Syamsuddin as Sumatrani, Abudurrauf Singkel. Di zaman modern pesantren juga mampu menunjukan bukan sekedar eksistensi, tetapi kualitas yang tinggi juga di miliki alumni-alumni pesantren tersebut. Kiprah di masyarakat juga tidak perlu dipertanyakan lagi. Mereka mampu mempin di berbagi sektor kehidupan sesuai dengan  kadar ilmu yang di milikinya.
_bersambung_

Posting Komentar untuk "Kontribusi Jaringan Pesantren & Islamisasi Nusantara (1)"