Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apel Kebangsaan Dan Kemiskinan, Suparno M Jamin

Narasi apel kebangsaan akhir-akhir ini lebih bermakna politis daripada makna yang seharunya atau daripada makna authentiknya. Sebuah kegiatan Apel Kebangsaan akan  menjadi lebih penting dan bermakna  ketika sebuah negara benar-benar dihadapkan ancaman disintegrasi atau ekstremnya terancam bubar.

Sekarang ini tanda-tanda kearah  itu  memang ada, setidak-tidaknya menurut pandangan sebagian  kalangan pemerhati masalah sosial politik. Namun semuanya itu, menurut mereka tidak lebih dari sebuah disain panjang dari rexim yang sedang berkuasa.

Indikatornya tidak terlalu sulit untuk ditemukan, bisa dicermati dari berbagai kebijakan yang di ambil oleh rezim penguasa, yang diduga sebagai salah satu pemicunya. 

Kebijakan yang memicu disintegrasi  bangsa tersebut antara lain tentang hologram mata uang rupiah, penetapan hari lahirnya Pancasila yang sebagian besar akademisi tetap berpandangan tgl.18 Agustus 1945 bersamaan dengan disahkannya UUD 1945.

Semakin maraknya atribut dan buku-buku ideologi komunis, adanya berbagai teror terhadap  penyidik dan komisioner KPK, adanya diskriminasi hukum yang sangat telanjang, adanya teguran  rezim penguasa terhadap aparat penegak hukum  yang melakukan sweping terhadap atribut dan buku-buku yang berisi ajaran komunis. 

Adanya penghadangan dengan membawa sajam di bandara, terhadap tokoh' tokoh yang berseberangan dan kritis terhadap  penguasa a.l.  penghadangan terhadap Wakil Ketua DPR-RI Fahri Hamzah,  Ust. Tengku Zulkarmaen, Neno Warisman, persekusi  terhadap da'i kondang  Ust. Abdul Somad, di Bali, dan lain-lain, di mana negara nyaris tidak hadir

Bahkan negara terkesan melindungi  kelompok-kelompok yang melakukan pesekusi atas nama NKRI dan Kebhinekaan tersebut. Sebuah keadaan yang sangat bertentangan dengan akal sehat.

Apalagi jikalau  Apel Kebangsaan tersebut dikritisi dari sisi anggaran, sungguh  sangat kontradiksi dengan kondisi keuangan negara. Di tengah numpuknya hutang negara, tingginya nilai dolar, turunnya daya beli masyarakar, banyaknya pengangguran, dan rendahnya pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah mengagendakan kegiatan Apel Kebangsaan yang menyedot anggaran sangat fantastis.
Apel Kebangsaan Dan Kemiskinan, Suparno M Jamin

Konon beritanya, Apel Kebangsaan yang diselenggarakan di Semarang tersebut  dianggarkan kurang lebih 18 M, sedangkan yang hadir diperkirakan hanya sekitar 10 ribu orang. Berarti per orang  menelan biaya berapa yaa... Tentunya tinggal hitung sendiri.

Menyadari betapa besarnya anggaran Apel Kebangsaan tersebut, Ormas NU yang  recananya akan menggelar  acara  istighotsah di lapangan Monas Jakarta, dengan menghadirkan 10 juta jamaahnya, akhirnya membatalkanya.
Andai kata  acara tersebut jadi digelar dengan  asumsi biaya  sama dengan Apel Kebangsaan di Jawa Tengah, maka anggaran  yang dibutuhkan sama dengan 10.000.000,00  : 10.000,00 x 18 M  = 18.000 M  ( 18 Trirlyun ).

Bertitik tolak dari  Apel Kebangsaan di Jawa Tengah tersebut, terlepas hasilnya masih banyak dipertanyakan oleh berbagai kalangan, setidak-tidaknya dapat disimpulkan bahwa mencari uang di Indonesia itu bagi sebagian kalangan ternyata sangat mudah, apalagi kalau punya kedudukan dan kewenangan. Semuanya mudah, serba beres, rekening semakin gendut, aset semakin menakjubkan. 

Tak peduli puluhan juta rakyat miskin setiap hari masih harus berjuang melawan Ketidak adilan dan  sekaligus  berjuang untuk bisa makan dua kali sehari, meskipun hanya dengan nasi Tiwul dan  sayur  bening,  " sebening hatinya ".

Posting Komentar untuk "Apel Kebangsaan Dan Kemiskinan, Suparno M Jamin"