Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Problematika Pendidikan Dan Solusinya Dalam Menghadapi Era Industri 4.0

A. Prolog
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia sebagaimana revolusi industri generasi pertama melahirkan sejarah ketika tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin uap pada abad ke-18. Revolusi ini dicatat oleh sejarah berhasil mengangkat naik perekonomian secara dramatis.  Berikutnya, pada revolusi industri generasi kedua pada abad ke-20 ditandai dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik yang memicu kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, dan lainnya yang mengubah wajah dunia secara signifikan. Kemudian, revolusi industri generasi ketiga pada awal 1970an ditandai dengan kemunculan teknologi komputer, internet dan digital yang tidak saja mengubah dunia industri namun juga budaya dan habit generasi secara mendasar. 


Saat ini, kita memasuki era revolusi industri keempat yang dikenal dengan Revolusi Industri 4.0. Ini merupakan era inovasi disruptif, dimana inovasi ini berkembang sangat pesat, sehingga mampu menciptakan pasar baru dan juga mampu mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada. Lebih dahsyat lagi, mampu menggantikan teknologi yang sudah ada. Mulai tahun 2018 disebut sebagai awal zaman revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan sistem cyber-physical. Kini berbagai industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin, dan data yang lebih dikenal dengan nama Internet of Things (IoT).Untuk menghadapi revolusi industri 4.0, diperlukan berbagai persiapan, termasuk metode pembelajaran pendidikan yang tepat.
Ditengah kondisi era seperti sekarang ini, fenomena degradasi moral marak bermunculan. Perilaku amoral yang melibatkan peserta didik sebagai pelakunya menunjukkan kenaikan. Motif kriminalitas semakin meningkat, seperti penyalahgunaan minuman keras dan obat terlarang, seks bebas, tawuran, maupun kasus pencurian yang melibatkan anak-anak karena terpacu keinginan untuk memiliki barang dan tidak punya uangAkibatnya, yang dilakukan adalah dengan jalan mencuri. Dan kasus-kasus lain yang melibatkan anak usia sekolah. Padahal, tujuan pemdidikan di sekolah adalah dididik, dibina, diarahkan menjadi manusia yang memiliki etos kerja dan berbudi pekerti / etika / adab.

B. Peroblematika
1. Banyaknya lulusan sekolah yang tidak siap bekerja, namun juga tidak siap melanjutkan pendidikan.
2. Mulai lunturnya budaya / adab sopan santun dan tata krama di lingkungan dan keluarga.

C. Solusi yang ditawarkan
1. Banyaknya lulusan sekolah yang tidak siap bekerja, 
namun juga tidak siap melanjutkan pendidikan.
Revolusi industri 4.0 ditandai oleh hadirnya empat hal, yaitu komputer super, kecerdasan buatan (artificial intelligency), sistem siber (cyber system), dan kolaborasi manufaktur. Dengan demikian dibutuhkan kompetensi yang mampu mengimbangi kehadiran keempat hal itu dalam era Pendidikan 4.0. Kompetensi yang dibutuhkan adalah Pertama, keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving skill)Kedua, keterampilan komunikasi dan kolaboratif (communication and collaborative skill)Ketiga, keterampilan berpikir kreatif dan inovasi (creativity and innovative skill). Keempat, literasi informasi dan media (information and media literacy).Kelima, Ketrampilan Entrepreneurship, tentang kemandirian dan kemauan berusaha dengan jerih payah sendiri, tidak mengandalkan orang lain.
Kondisi ini diperlukan mengingat sudah banyak korban revolusi industri 4.0. Misalnya, banyak profesi yang tergantikan oleh mesin digital robot. Contoh, pembayaran jalan tol menggunakan e-toll. Sistem ini telah memaksa pengelola jalan tol untuk memberhentikan tenaga kerja yang selama ini digunakan di setiap pintu tol. Begitu juga untuk lapangan pekerjaan lainnya sudah tergantikan oleh digital.
Maka dari itu, pendidikan di sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam mempersiapkan generasi milenial yang mampu menjawab berbagai tantangan zaman. Saat ini, jumlah lulusan sekolahan termasuk perguruan tinggi masih banyak yang belum terserap di dunia kerja. Sektor lapangan pekerjaan terasa semakin sedikit karena jumlah penduduk yang semakin meningkat. Inilah yang disebut dengan era menuju bonus demografi. Jumlah angkatan usia produktif sangat banyak, maka perlu diciptakan lapangan pekerjaan secara mandiri dengan menjadi wirausaha (entrepreneur). Dengan demikian lulusan sekolah dan terutama SMK, dan anak-anak milenial yang lainnya harus memiliki mindset bahwa memiliki usaha jauh lebih mulia daripada menjadi tenaga kerja. Dengan demikian, angkatan usia produktif yang banyak akan menciptakan lapangan pekerjaan secara mandiri dan itu sangat membantu pemerintah dalam mengentaskan pengangguran.

2. Mulai lunturnya budaya / adab sopan santun dan 
tata krama di lingkungan dan keluarga.
Sarana prasarana pendidikan saat ini sangat diperhatikan pemerintah, baik gedung secara fisik maupun fasilitas lainnya. Namun hal ini tidak diimbangi oleh para siswanya dalam hal adab/tata krama. Kemudahan era teknologi semakin menggerus hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Dengan berbagai kemudahan yang didapatkan seolah menjauhkan antar manusia dan menjadi makhluk yang individualis.
Hilangnya budaya, adat dan adab sebagai makhluk yang bergaul dengan lingkungan sekitar telah meruntuhkan sendi kehidupan sosial bermasyarakat. Maka dalam hal ini, solusi yang bisa ditawarkan adalah mempersiapkan dan membekali sejak dini generasi kita sejak masih anak – anak dengan tata krama yang baik. Sebaiknya, dibatasi usia anak mulai boleh main gawaiatau boleh memiliki gawai sendiri di usia yang sudah matang dan hanya boleh di install aplikasi yang tidak mengajarkan kekerasan sejak dini.
Dari fenomena tantang nir adab ini, sebaiknya dalam sistem pendidikan kita ditanamkan nilai-nilai pendidikan karakter, yang meliputi ; kemampuan sosial (social skill),mampu beradaptasi (Adaptability), Memiliki Jiwa Kepemimpinan (Leadership), dan mampu memecahkan masalah (problem solving). Pendidikan berkarakter memerlukan figur teladan sebagai role model untuk menegakkan nilai atau aturan yang telah disepakati bersama. Dan figur itu ada pada diri orang tua apabila di rumah dan guru apabila di sekolah. Maka dari itu, perlunya sinergi tiga pilar pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat dalam menjaga moral anak.[*]

Catatan memperingati hari pendidikan nasional, oleh Agus Susanto, S.T. | Ketua PDPM Ponorogo

1 komentar untuk "Problematika Pendidikan Dan Solusinya Dalam Menghadapi Era Industri 4.0"